MENEMANI SEJAK 2010
Saya membelinya setelah 4 kali bolak balik ke estalase selama 4 minggu, tiap kali siaran di Hard Rock FM Jakarta. Alasan beli: tipis, gak ngganjal saat dipakai nulis atau ngetik. Kata istri saya, “Beli lah. Kamu penghasilan gedhe, beli jam 1 jutaan aja bolak balik mikirnya.” Mungkin doktrin ayah saya terlalu kuat terhadap ‘Anti Materialisme’ atau value kesederhanaan. Saat bangkrut ataupun berlebih, pakaian yang saya gunakan sama, dibawah 500 ribu per potong, kecuali jaket dan sepatu tentunya.
Saya menginap di hotel rata-rata bintang 3 atau budget hotel. Bukan karena gak punya duit, tapi karena sayang duit, toh cuma buat tidur aja. Yang penting kasur dan bantalnya nyaman, syukur ada gulingnya. Saya juga ‘gak pandai’ makan steak dan sushi, lebih memilih sate ayam pinggir jalan, yang penting enak. Keseharian di rumah juga catering lauk.
Alhamdulilaah.. anak istri pun sejalan pola hidupnya (tentu anak dikarenakan didikan dan hidayah). Kecuali dalam hal kendaraan/mobil, saya akan memilih yang fitur safety-nya tinggi. Mending seken Eropa (harga biasanya jatuh), daripada baru Jepang yang airbag-nya kagak ada.
Jadi saat bangkrut pun, saya tak perlu menurunkan standar saya, karena hidup saya sudah standar. Anak saya juga gak shock, karena tak ada perubahan pola hidup. Istri saya? Wah, dia lebih hemat dari saya. Tas kesehariannya belum ganti sejak 7 tahun lalu.
“Gengsi bukanlah apa yang kita pakai, tapi apa yang kita bagikan”
Komentar