AKHLAQ MENDAHULUI ILMU

akhlak mendahului ilmu

Bagi Anda yang masih jomblo, jika saya tanya, kriteria apa calon pasangan hidup Anda, apa yang pertama di benak Anda? Anggap saja yang umum: lawan jenis, seagama, waras, gak geblek amat. Apa kriteria tertinggi lainnya? Kebanyakan akan menjawab: Yang agamanya bagus. Nah, ini jawaban agak rancu. Ilmu agama ataukah amalannya?

 

Kalau ada yang menjawab: Berilmu dan beramal. Saya akan balik bertanya kepada Anda: Jika kasusnya serupa dengan saya, yang barusan berhijrah, tentu hal ‘ilmu’ dibawah standar donk. Gak masuk spec? Sebaliknya, saya menemukan suatu kasus nyata, seorang suami yang ilmu agamanya ngetop abis, penerjemah video-video Islam, tapi tukang ‘ngeplaki’ istri dan anaknya. Apa penilaian Anda?

 

Sebaliknya, saya menemukan seorang sahabat saya, yang akhlaqnya luar biasa, ‘namun’ ilmu agama masih minim. Berjalan dengan waktu, sahabat ini mulai memperbaiki ibadahnya. Dia ‘sadar’ karena ilmu dan amalnya masih kurang, dia memilih sibuk ‘memperbaiki diri’ daripada memperbaiki orang lain.

 

Saya paham, mungkin tak ada kata ‘daripada’ atau ‘lebih baik’ dalam kamusmu, idealnya adalah cari yang terbaik. Ganteng/cantik, sholeh/sholehah, ilmu agama tinggi, akhlaq mulia, ada sih, syaratnya kamu juga seperti itu. Bagaimana dalam konteks merekrut karyawan? Bersahabat? Ilmu atau akhlaq?

 

Seandainya.. oh seandainya..

Disuruh memilih sahabat (bukan sekadar teman), tim atau pasangan:
A. Akhlaq rendah, ilmu agama tinggi.

B. Ilmu agama rendah, akhlaq tinggi.

Maka jawaban saya akan memilih B, yaitu yang akhlaqnya bagus. Kalau akhlaq dan ilmunya tinggi, jadikan sebagai guru. Yang jelas saya tak akan memilih yang akhlaqnya rendah, mau setinggi apapun ilmu agamanya.

 

Fenomena pertumbuhan ilmu via social media (maya) yang tak disertai contoh akhlaq para guru di dunia nyata, mengakibatkan “Ilmu mendahului Akhlaq”. Akibatnya orang asal njeplak bicara masalah halal haram, dengan dalih ‘menyampaikan’. Dakwah perlu kesabaran dan siasat dalam penyampaian..!

 

Saat menjenguk guru saya, kadang mereka tak berbicara banyak, saya pun juga terdiam di pojokan, sambil belajar dari yang tak terucap, yaitu akhlaq dan energi ketulusan beliau. Diamnya saja membuat saya betah bersamanya. Senyuman-nya lebih dari seribu ayat yang terucap.

 

“Mas J, jangan ngomong agama, ngomong bisnis aja”. Lho justru ini juga bicara masalah bisnis. Bagaimana kamu mau diterima masyarakat kalau akhlaqmu masih srudak-sruduk kayak babi hutan gitu? Jangan tersinggung yaa, kecuali kamu termasuk golongan babi hutan.

 

Kata seorang sahabat saya, “Pasangan yang seksi itu yang pandai membawa diri di depan orang lain”. Seberapa seksikah kamu?

 

Bagi para pendidik dan orang tua…

Jangan hanya sibuk meninggikan dan membanggakan nilai akademis, bahkan prioritaskan hal itu setelah akhlaq. Mendiamkan anak ‘kurang ajar’ dengan dalih ‘kreativitas’ dan tak boleh berkata ‘jangan’ adalah kedangkalan keilmuan dalam mendidik. Quran saja jelas banyak kata ‘jangan’. Para nabi punya 1 garis merah yang sama: ‘Akhlaq yang Mulia’ sebelum turun kenabiannya.

 

Mungkin kreativitas anak Anda tumbuh, mungkin keberanian dan pedenya selangit, mungkin dia diterima di rumah Anda, tapi dia tak diterima di masyarakat. Disebut sukseskah?

 

 

Sumber Gambar : www.gramediapustakautama.com

Komentar

About Author

Jaya Setiabudi

Bukan ustad, bukan motivator, juragan ajah.. | Pengarang buku best seller The Power of Kepepet & Kitab AntiBangkut | Pendiri Young Entrepreneur Academy | Owner Yukbisnis.com | Pengusaha dengan jam terbang lebih dari 15 tahun | Contact person: 082121204555

Attachment