MEDIA SEKUTU SETAN

Tahun 2009, saya mendatangi Media TV terbesar saat itu, untuk berjumpa dengan salah seorang executive producer. Saya menawarkan kerjasama untuk pembuatan 3 reality show:

The Power of Kepepet
7 Hari Jadi Juragan
The Entrepreneur (direvisi menjadi ‘De Juragan’)

Ketiga konsep tersebut mengusung tagline “Indonesia Bangkit“, karena saya miris dengan kondisi ‘mental’ bangsa saat itu. Melalui reality show tersebut, harapan saya dapat membuka mata pemirsa, bahwa ‘Banyak jalan menuju Makkah’, jika kita tahu ilmunya. Termasuk ilmu menguasai diri dari ketakutan dan keraguan sebelum bertindak.

Setelah membaca konsep acara dan berdiskusi sejenak dengan kakak cantik, sang produser acara yang sedang nge-hits saat itu, terjadilah percakapan..

“Mas, ide dan konsep acaramu ini keren. Sayangnya gak mungkin direalisasikan di TV kita.”, kata dia.

Saya bertanya, “Kenapa?”

Dia menjawab, “Karena TV kita ini segmennya C-D-E, sedangkan konsep Mas cocok untuk segmen A-B”. Sebagai informasi, C-D-E, singkatnya adalah strata ekonomi menengah kebawah dan pendidikan rendah.

Dia melanjutkan, “Orang kita ini suka yang ‘termehek-mehek’ dan ‘dramatis’. Jadi belum nyampe kesana* Mas..”.
*) konsep yang saya ajukan.

Diskusi pun dilanjutkan. Saya bisa memahami regulasi perusahaan untuk menarik trafik semasal mungkin, agar para sponsor mau beriklan, tapi apakah harus mengorbankan tujuan awal untuk apa media itu dibuat? Bukankah untuk mendidik, menebar manfaat dan menyampaikan informasi secara transparan??

Anyway, apresiasi saya terhadap keramahan kakak cantik, sambil disela perkenalan dengan Sandra Dewi, yang kebetulan lewat. Dobel cantiknyaa.. Usai pertemuan dengan kakak cantik, saya melanjutkan pertemuan dengan kawan lama saya yang kebetulan juga sebagai produser berita disana. Karena soib, dia buka-bukaan tentang media, terutama soal kriteria pembuatan berita.

“Berita buruk  adalah berita yang baik”
“Berita kriminal menduduki rating (trafik) tertinggi”

 

MANFAAT ATAU FULUS DAHULU..?

Sebagai juragan, saya memahami bahwa bisnis harus untung, jika tidak maka akan buntung. Hanya saja dimana posisi ‘untung‘ itu diletakkan; Apakah di depan sebagai tujuan utama atau sebagai bonus kepantasan setelah menebar manfaat.

Jika KPI perusahaan dilandaskan dari keuntungan material diatas segalanya, maka jadilah perusahaan tersebut mesin kapitalis, seperti terjadi di televisi Indonesia saat ini.

Berita terbanyak adalah kriminalitas, bukan prestasi.
Reality show menghibur, tapi menjauhkan generasi dari ‘norma timur‘.
Alat penggeser ideologi ke sekulerisme dan materialisme.
Sarana komunikasi politik, dengan cara memelintir fakta dan menggiring opini.

“Aahh gak semua seperti gitu Mas J”. Bener.. mayoritas ‘sampah’ seperti itu. Konten positif seolah sebagai ‘sedekah penghapus rasa bersalah’. Gampang saja indikatornya: Apakah Anda mengijinkan anak Anda menikmati tontonan TV lokal kita ‘anytime‘? Sebejat apapun orang tua, tak menginginkan anaknya bejat. Saya bersyukur anak-anak saya jauh dari televisi (Indo), bergeser ke youtube dan netflix, yang bisa dikendalikan kontennya sesuai dengan usia. Bagaimana dengan saudara-saudara kita di pinggiran, yang tak ada pilihan? “Makan tuh sampah..!”, kata kapitalis.

#BoikotMetroTV ???

Menurut saya Metro berbahaya untuk orang dewasa, karena pelintiran berita/fakta. Tapi jauh lebih berbahaya bagi anak-anak kita adalah tontonan full kriminal dan (rangsangan) sexual di media kapitalis lainnya. #samimawon Kejadian demi kejadian akhir-akhir ini adalah momentum bagi kita untuk kembali ke jalan yang benar, bersatu dan saling mendukung dalam kebaikan. Tentu dengan menyingkirkan kemudharatan. Yuk hijrah media.

“Saat tujuan uang dan kekuasaan diletakkan di depan, maka setan akan menjadi sekutunya.”

Komentar

About Author

Jaya Setiabudi

Bukan ustad, bukan motivator, juragan ajah.. | Pengarang buku best seller The Power of Kepepet & Kitab AntiBangkut | Pendiri Young Entrepreneur Academy | Owner Yukbisnis.com | Pengusaha dengan jam terbang lebih dari 15 tahun | Contact person: 082121204555