Membuat Kurikulum Pencetak Pengusaha

kurikulum yea

Saat tulisan ini dibuat, Young Entrepreneur Academy (YEA) Indonesia adalah pemegang rekor sekolah pencetak wirausaha terbesar. Berdasar data kami, sejak YEA didirikan tahun 2007, lebih dari 90% lulusan YEA menjadi pengusaha. Sisanya? Meneruskan kuliah, bisa dihitung jari yang kerja dan lainnya menjadi istri pengusaha :D.

 

Bagaimana bisa 90% lebih?

Bahkan salah seorang professor (guru besar) suatu perguruan tinggi negeri pun pernah meragukan apa yang saya katakan. Tapi itu fakta dari data yang kita miliki. Beliau mempertanyakan, “Mana mungkin you bisa create entrepreneurs. Entrepreneur is given, is not science. Kalo bisa, pasti sudah dari dulu program MBA dari luar negeri mendahului you punya.”

Saya berguman, “Apakah yang belum bisa diraih oleh universitas di luar negeri, trus gak mungkin diraih di Indonesia?”. Kemudian saya menjawab, “Begini Prof… kenapa MBA kurang bisa mencetak pengusaha? Karena mereka lebih diajarkan How to manage the business, sedangkan di YEA dititikberatkan How to create the business. Itulah garis merah keberhasilan kurikulum kita.”

 

Apa garis merahnya?

Kurikulum memulai bisnis lebih banyak mengekplorasi otak kanan, sedangkan manajemen bisnis adalah dominan otak kiri. Jika siswa diajarkan hitungan berlebih saat akan mulai bisnis, maka mereka akan ketakutan berlebih. Tapi bukannya sama sekali tak kita ajarkan untuk analisa dan merencanakan lho, hanya porsinya dilebihkan untuk ‘mulai’. Nah, setelah mereka mulai, baru kita tambahkan materi-materi manajemen.

Mata pelajaran YEA yang diperlukan untuk mulai bisnis:

  • Communication skill
  • Simply Selling
  • Selling Competition (praktik)
  • Simply Marketing (strategy)
  • Effective Promotion
  • Field Trip
  • Negotiation skill
  • Basic Courtesy in Business
  • Basic Internet Marketing
  • Praktik Entrepreneur Lapangan (praktik)
  • Business Model Generation
  • Home business (praktik)

Dan masih banyak lagi praktik yang melatih ‘keberanian’ siswa dalam berbisnis.

 

Keberanian?

Yup, bisnis tanpa keberanian tak akan mulai. Keberanian tanpa perhitungan adalah judi. Materi yang dikemas dengan porsi 70% praktik membuat siswa terbiasa dengan dunia nyata, bukan sekadar teori. Hal ini juga mengasah keberanian untuk bertindak, bukan sekadar menganalisa. Terbukti apa yang dihitung diatas kertas sering meleset saat di lapangan, karena adanya variable-variabel yang dinamis.

 

Mentor Bisnis

1 hal yang tak diajarkan oleh seorang dosen di bangku kuliah adalah “How to manage deg-degan..!”. Beneran lho, ngomong sekadar teori gampang, begitu praktik bisnis di lapangan, Anda akan dihadapkan dengan hal-hal yang tidak ideal atau sesuai rencana, misalnya kerugian, bahkan kebangkrutan.

 

“Expect for the best, prepare for the worst..”

 

Seorang mentor praktisi bisnis dengan jam terbang yang cukup, diperlukan untuk berbagi energi dan ilmu kepada para siswa. Itulah kebutuhan siswa calon pengusaha dan bahkan setelah menjadi pengusaha.

Materi-materi manajemen tetap diajarkan tapi porsinya diminimumkan, agar tak mengurangi keberanian saat memulai. Sangat beda mengajarkan ilmu kepada mereka yang sedang ‘kehausan’ dengan mereka yang sedang ‘kembung’ perutnya.

 

Jangan percaya dengan apa yang saya paparkan, lihat aja langsung ke Kampus YEA Bandung…

F!GHT

Komentar

About Author

Jaya Setiabudi

Bukan ustad, bukan motivator, juragan ajah.. | Pengarang buku best seller The Power of Kepepet & Kitab AntiBangkut | Pendiri Young Entrepreneur Academy | Owner Yukbisnis.com | Pengusaha dengan jam terbang lebih dari 15 tahun | Contact person: 082121204555