PANTANGAN TESTIMONI

Testimoni: kesaksian pelanggan atas kepuasan jasa atau produk yang telah dikonsumsinya.

Kenapa Menggunakan Testimoni?

Testimoni didasarkan oleh teori Social Proof; kecenderungan orang akan terpengaruh oleh pendapat yang kebanyakan orang sukai. Testimoni menjadi bukti bahwa sudah ada orang lain yang puas mengkonsumsi suatu produk/layanan.

 

Sah saja testimoni jika memang asli dari pelanggan yang puas.

Bagaimana dengan testimoni palsu?

Pemalsuan testimoni tentu saja merupakan suatu kebohongan. Hal ini sering dilakukan, terutama oleh internet marketer. Tujuannya untuk memancing pelanggan agar beli.

 

“Tapi produknya kan emang benar berkhasiat Mas J..!”.

Kalo emang berkhasiat, kenapa harus bohong? Gak sabar nunggu berbuah ya?

“Abis kalo nunggu testimoni datang, kapan lakunya?”.

Nah, jangan jangan emang produk Anda tak berkhasiat..! Riset lagi donk sampai ngangenin.

 

Jika Anda di posisi yang dibohongi, apakah Anda ridlo? Jika Anda ridlo, apa Allah ridlo? Kebohongan besar dimulai dari kebohongan kecil. Sekali orang tahu bahwa kita pernah membohonginya, maka selanjutnya fakta pun dianggap kebohongan. Kredibilitas pun tercoreng.

 

Saya pribadi tak suka meminta testimoni. Biarlah konsumen memberikan penilaian dengan ketulusan mereka, bukan unsur keterpaksaan, karena ‘penodongan’ kita. Budaya ‘gak enakan’ membuat sebagian besar orang enggan berkata yang tak mengenakkan, saat ‘ditodong’ testimoni.

Meminta testimoni, seolah meminta ‘pujian’ yang tak alami.

 

Lain hal jika kita minta ‘masukan’ atau review. Jika ternyata yang didapat adalah pujian kepuasan, ya Alhamdulilaah..

“Maaf, boleh minta masukan tentang produk kami?”, begitu seharusnya. Bukan pertanyaan yang mengarahkan ke pemberian testimoni saja.

 

Testimoni terbaik adalah yang nyeplos atau spontan. Jika itu terjadi di media sosial (umum), silakan screenshoot dan gunakan. Jika pujian hadir di pesan personal seperti chat, baiknya minta ijin sebelum screenshoot dan share. Apalagi jika produknya pembesaran alat vital, hahaha.

 

Testimoni pribadi dan institusi

Testimoni pribadi sangat saya hindari untuk dibagikan (share). Selain tak ingin nyaleg, juga ketakutan menjadi penyakit ‘ujub’ yang mengotori hati.

 

Jangankan testimoni, quote pribadi saja, saya ‘risih’ menambahkan nama saya di bawahnya. Jika orang lain yang mendokumentasikan, silakan saja. Asal bukan saya sendiri yang melakukannya. Kayak gimana gitu di hati. Astaghfirullaah.. #jijay

 

Berbeda dengan testimoni (nyeplos) untuk institusi atau produk kita, akan saya share. Karena hasil dari kerja tim, bukan ‘keakuan’. Intinya, biarkan orang lain berbicara tentang prestasi (produk) kita, dengan ketulusan, bukan kita sendiri yang melakukannya.

Jangan gadaikan nurani demi uang..!

Komentar

About Author

Jaya Setiabudi

Bukan ustad, bukan motivator, juragan ajah.. | Pengarang buku best seller The Power of Kepepet & Kitab AntiBangkut | Pendiri Young Entrepreneur Academy | Owner Yukbisnis.com | Pengusaha dengan jam terbang lebih dari 15 tahun | Contact person: 082121204555

Attachment