KAPAN SAYA SEMINAR PERTAMA?

12341095_912352885509507_6240148684100225825_n

Tepatnya seperti di poster, 11 Juli 2004,
6 TAHUN SETELAH JADI PENGUSAHA (1998).
Buku pertama, November 2008.

 

Itupun saya gak mau dibayar, karena hanya bantuin mahasiswa untuk buat tugas EO-nya. Abaikan juga fotonya, karena pakai foto pre-wed, hahaha. Saya adalah orang yang gak PeDe terhadap seminar saya. Saya gak suka melihat rekaman saya tampil. Berasa ‘gak pas’ (wagu) kalo saya tampil.

 

Usai seminar, saya sering tanya ke istri, “Tadi aku sombong gak..?”.
Penyakit yang saya takutkan saat di panggung adalah kesombongan. Sudah dasar bawaan saya sombong, ehh dikasih panggung, malah tambah sombong.

 

Kenyamanan diundang sebagai pembicara (meski gratis atau dibayar seadanya), menjadikan saya sempat melupakan habitat asli saya, yaitu sebagai pengusaha. Bisnis yang masih seumur jagung ditinggalkan. Sementara budaya perusahaan belum melekat, satu persatu mulai berguguran. Alhamdulillaah masih ‘eling’ untuk kembali ke jalan yang benar.

 

Profesi Pembicara

5 tahun terakhir ini marak para Pembicara Pengusaha alias Pembicara yang ngaku Pengusaha. Baru mulai usaha sudah jadi pembicara. Bukan kaya dulu baru bicara, tapi bicara dulu baru kaya. Serupa dengan yang barusan nikah muda, sudah membuat seminar tantang “Nikah Muda”. Dapat duit dari memprovokasi nikah muda, bermain dengan ‘nasib’ pernikahan orang. Luar biasa…!

 

Jebakan Harapan Peran

Karena audiens berfikir yang di panggung adalah manusia super, orang sukses yang (seolah) tak bisa gagal (lagi), maka kebanyakan pembicara menutupi kekurangan di dunia nyata. Pakaian yang mereka gunakan, seperti jas (pakaian sukses), bukan jadi sarana pede, justru menjadi penutup ‘kedangkalan diri’ (shallow). Apalagi didukung dengan foto-foto pencapaian mobil dan rumah mewah, plus jalan-jalan keluar negeri. #MLMbanget

 

Pengusaha itu Lazim dengan kebangkrutan. Saya pun mengalami itu, meninggalkan hutang (kerugian) miliaran. Kalo kegedhean image sebagai orang sukses, maka akan malu mengakui kondisi kebangkrutannya, malu meminta nasehat, gengsi menerima nasehat. Inilah jebakan kesombongan..

 

Saya berpesan kepada adik-didik saya seperti Gazan Azka Ghafara,Laksita Pradnya Paramita, dan lainnya yang lagi ngetop, “Janganlah masuk ke dunia pembicara, karena habitat kita di bisnis, bukan di panggung. Fokus saja ngurusin bisnismu.”. Sesekali diundang untuk berbagi, maka berbagilah apa adanya, tanpa polesan dan bukan ngejar setoran. Gunakan pakaian sehari-hari untuk tampil, tak perlu menjaga image. Keberatan ‘image’ akan memberatkanmu saat terpuruk.

 

Kalo ditanya dan gak bisa menjawab, ya bilang saja, “Wah, saya gak tahu.”. Kan emang jadi pengusaha gak harus pinter, tapi mempekerjakan orang pinter.

 

Pebisnis itu Pejuang, bukan Badut di Panggung.
Jadikan karyamu sebagai inspirasi mereka, tanpa bicara.
Biarkan orang lain yang berbicara tentang kebaikan atau prestasimu, bukan dirimu sendiri. #jijay

Komentar

About Author

Jaya Setiabudi

Bukan ustad, bukan motivator, juragan ajah.. | Pengarang buku best seller The Power of Kepepet & Kitab AntiBangkut | Pendiri Young Entrepreneur Academy | Owner Yukbisnis.com | Pengusaha dengan jam terbang lebih dari 15 tahun | Contact person: 082121204555

Attachment