KEBERKAHAN DI PROSES

Setelah memahami:
Makna Sukses
Angka Cukup
Konsep Rejeki
Kita lanjutkan, bagaimana idealnya suatu proses bisnis dijalani. Jika pemahaman akan makna sukses sudah salah, maka prosesnya pun kemungkinan akan sesat.

Jika makna sukses adalah materi; mobil, rumah mewah, harta berlimpah, popularitas, maka ‘angka cukup’ tak akan pernah tercapai. Anggapan rejeki pun adalah hasil dari ikhtiar. Keserakahan akan menjadi fondasi bisnisnya. Jangan harap ada keberkahan di prosesnya.

Apa itu Keberkahan di Proses?

Saat tiap jengkal langkah bisnis kita menjadi rahmat bagi sekitar, baik dalam kondisi untung (materi) ataupun rugi. Coba ulangi baca 3 artikel sebelumnya.

Percakapan antara seorang mentor dan mentee-nya.

TEE     : Mas, saya dihadapkan oleh suatu pilihan, antara memilih menggunakan tenaga manusia atau mesin..?
TOR    : Apakah ada alasan mendesak sehingga harus pakai mesin?
TEE     : Kalau pakai mesin, tentu harus investasi agak besar, tapi biaya tenaga kerja bisa dihemat dalam jangka panjang. Selain itu juga bisa mengurangi ‘drama karyawan’.
TOR    : Masih ingat ‘makna suksesmu’ kah?
TEE     : Masih Mas..
TOR    : Apa itu?
TEE     : Menjadi jembatan rejeki bagi banyak orang.
TOR    : Nah, udah tahu jawabannya kan?!
TEE     : Tapi kalau aku pakai mesin, untungnya bisa lebih gede dan lebih besar kapasitas produksinya. Alhasil aku bisa sedekah lebih banyak.
TOR    : Emang saat kamu mendidik karyawanmu dari nol hingga mandiri, itu bukan sedekah? Bahkan sedekahmu lebih dari sekadar uang, tapi ilmu yang bermanfaat. Sehingga mereka yang tadinya penerima zakat, menjadi pembayar zakat. Kesabaranmu dalam menghadapi ‘drama’ mereka menjadi amalan tambahan bagimu. Bagus mana?
TEE     : Betul juga yaa.. Tapi… bagaimana dengan hal keuntungan yang ‘lebih besar’ saat menggunakan mesin? #mulaingeles
TOR    : Itulah bedanya serakah dan berkah#PLAAKKK

Saat ‘agak miskin’, biasanya seorang calon pengusaha punya cita-cita yang mulia. Setelah ‘dilimpahkan’ rejeki, apalagi salah pilih idola/motivator di media sosial, bergeserlah makna sukses. Bukan lagi menjadi jembatan rejeki, tapi sukses ‘dinilai’ orang lain. Pengin ini dan itu, agar seperti dia dan menunjukkan ‘Siapa Aku’.

Setiap kali ada kebimbangan, tengok ulang ‘makna sukses’ kita, sebagai kompas untuk kembali. Agar tak sesat di jalan..!

“Yang penting kan hasilnya aku sedekahin 20%..” >> Ini namanya ‘syariah’ di tujuan, mengabaikan proses. Padahal yang namanya syariah itu selain niat (tujuan) yang benar, juga menjaga kebenaran di setiap prosesnya.

Jika berbicara keberkahan di proses, maka check listnya sebagai berikut:

Apa yang Dijual?

Halal itu harus, namun jangan abaikan ‘thoyyib’, karena sepaket. Halal tanpa bermanfaat atau bergizi (untuk makanan), tidaklah masuk dalam kategori berkah. Apalagi jika tak sesuai ‘dosis’ konsumsinya. Bukan hanya berlaku dalam urusan pangan, namun juga di semua sektor.

Kenapa Dijual?
Barang halal, bisa jadi digunakan untuk cara yang tak berkah. Sandang – Pangan – Papan yang diposisikan untuk menampilkan ‘kasta’ seseorang, akan menjadi jurang perbedaan antara si kaya dan miskin. Keserakahan investasi properti, akan memicu kenaikan harga, sehingga semakin tak terjangkau bagi si miskin, juga berdampak pada penebangan lahan berlebih.

Bagaimana Cara Menjual?
Cara menjual dengan ‘membual’ atau apa adanya?
“Selling adalah aktivitas menyampaikan informasi hingga dimengerti oleh calon konsumen, sejelas-jelasnya”. Selling bukanlah aktivitas (ilmu) memanipulasi orang, untuk sekadar mengejar ‘closing’. Beredarnya ilmu ‘manipulasi’ dalam penjualan, promo yang bombastis, serupa dengan menggunakan pupuk non organik pada media tanam. Alhasil, tanah akan semakin rakus, sehingga akan berdampak juga pada ‘penjual yang jujur’. Banting-bantingan harga, hingga jual rugi dilakoni. Meski hitungan jangka panjang mereka masuk, namun para pengecer bermodal cekak, tak mampu mengikuti permainan mereka akan tumbang. Silakan cek di kamus atau wikipedia, apa itu arti kapitalisme.

Rahmatan Lil ‘Alamiin

Keberkahan yang paripurna adalah “Menjadi rahmat bagi alam semesta”, bukan hanya bagi manusia saja, namun juga tumbuhan, binatang, mikroba, dan makhluk Allah lainnya. Keserakahan dari sisi pebisnis atau pun konsumen, akan merusak ekosistem; mengganggu keseimbangan alam.

Ekosistem dalam bisnis, setidaknya adalah:

Konsumen; Harus mendapat kepuasan, manfaat dan keselamatan, bukan asal membeli produk kita. Penggunaan bahan berbahaya yang seolah tak terlihat dampaknya sekarang, bukan berarti aman dalam jangka panjang. “Tapi konsumen puas dan gak ada komplain tuh?”. Benar..! Bisnis rokok juga membunuh dalam jangka panjang. Penggunaan mercury pada kosmetik juga berdampak mulus di luar, merusak di dalam. Balik ke nurani kita saja, gak perlu membuat pembenaran.

Karyawan; Bukankah tujuan menjadi pengusaha adalah menjadi jembatan rejeki bagi orang lain? Sudah seharusnya karyawan yang menjadi prioritas utama setelah konsumen. UMR adalah kata cukup ‘mentok’ kebutuhan mereka. Jika bisa bayar lebih, kenapa harus bayar sedikit?! Tentu dengan asas keadilan bagi lainnya, atas dasar prestasi dan loyalitas. Pemurah bukan berarti memanjakan, namun berorientasi mendidik. Pemimpin yang bijak akan menumbuhkan timnya, bukan menjadikannya sebagai robot.

Kompetitor; Mereka juga manusia, kendalikan (dari keserakahan dan monopoli), bukan dibasmi. Apalagi kompetitor yang memiliki ‘nilai keberkahan’ yang sama, patut saling bantu. Sehingga majunya bisnis mereka juga memajukan perekonomian sekitar. Kompetitor yang berkompetisi dengan sehat, bukanlah musuh yang patut dibasmi, justru dapat menaikkan market size (mengedukasi pasar). Kompetitor dalam lingkup yang lebih besar dapat menjadi mitra dalam melawan serbuan kapitalis.

Supplier/Kontraktor; Segerakan pembayaran jika sudah ada. Pembayaran yang tertunda ibarat sirkulasi darah yang tersendat, dapat membunuh bisnis pendukung kita nantinya. Berikan mereka ‘nafas lebih’ dengan berani ‘membayar lebih mahal’, jika memang pantas dalam kualitas. Prinsip “Mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya sekecil-kecilnya adalah ajaran kapitalis yang sesat”. Salah satu yang mematikan petani dan produsen di Indonesia, selain tengkulak dan importir adalah kurangnya penghargaan terhadap ‘keringat’ mereka. Seolah para ‘pemasar’ adalah raja yang semena-mena.

Pelengkap; Jadikan bisnis kita menghidupkan ‘bisnis pasangan’ lainnya. Seperti batagor yang berjodoh dengan es campur, mie ayam, kerupuk. Jadi ngiler deh… Bergandengan saling melengkapi itu asik, menjomblo itu membosankan #EHH. Salah satu tanda keberkahan suatu bisnis adalah kemampuan menumbuhkan bisnis lain di sekitarnya. Seperti para wali, bukan hanya saat mereka hidup, jasadnya pun masih menebar berkah rejeki di sekitarnya.

Lingkungan/Alam; Tak cukup kepada manusia, tapi bumi tempat bernaung makhluk selain kita juga harus dijaga. Bencana alam yang terjadi, ada andil besar manusia karena perusakan ekosistem yang sering diabaikan.

“Waduh, koq berat ya jadi pengusaha yang berkah?”. Berat karena kita hidup di lingkungan yang ‘media tanamnya’ (konsumen) sudah tak organik. Kalau kita hidup di pedalaman, menerapkan bisnis ‘apa adanya’ ala Rasullullah in syaa Allah mudah, karena sesuai dengan sunatullah. Saat ini kita harus berjuang mengembalikan ke-organik-an tanah (konsumen) kita dengan cara melakukan bisnis secara organik dengan istiqomah.

Ujian Keserakahan

Saat mulai berjaya, bawaannya pengin nyaplok bisnis pendukung (hulu – hilir) kita. Hari ini kita maklun ke suatu kluster produksi, setelah orderan berlimpah, mulai berhitung, “Kalau aku bisa produksi sendiri, bakal lebih besar keuntunganku nih..”. Beda perkara jika alasannya adalah kualitas yang meleset atau kapasitas yang tak terpenuhi. Kembali lagi ke niat.

Penguasaan dari hulu ke hilir boleh saja, jika sebagai bentuk perlawanan terhadap kapitalisme. Namun jika dapat berkolaborasi dengan pemain (se-value) yang ada, alangkah indahnya. Menambah persaudaraan, bukan permusuhan.

Ribet banget yah mau berbisnis harus segitunya? Iyaa bener, surga emang mahal. Yuk bergandengan dan saling mengingatkan dalam kebaikan.

Semoga bisnis kita berkah, menebar manfaat, penuh doa. Aamiin..

 

Referensi

Perusak Ekosistem

Bibit-bibit Kapitalis di Darah kita

Makna Sukses

Menghitung Angka Cukup

Memahami Konsep Rejeki

 

Komentar