ROLE MODEL YANG PANTAS

Usai menceritakan lika-liku bisnis saya yang ‘pernah abu-abu’ dan belang mudharat, seorang peserta bertanya:

“Mas J, dulu Mas J kan pernah berada di ‘fase jahiliyah’, menggunakan uang riba dan ambisius mengejar harta. Hingga kemudian saat hampir menginjak usia 40, baru Mas J tersadar untuk hijrah. Jika itu adalah bagian dari perjalanan sukses, wajarkah jika kita yang masih usia 20 an ini juga mengalami fase materialis, seperti memiliki mobil mewah, foya-foya, egois, seperti anak muda kebanyakan?”

Beginilah jawaban saya…

Saya adalah produk trial-error, yang kebingungan memilih guru yang benar, alhasil tabrak sana sini. Bukan kebangkrutan berkali-kali yang saya sesali, tapi terjerumusnya ke ‘kemaksiatan kepada Allah’; menyombongkan hasil kerja, membeli mobil mewah demi pujian ‘sukses’ dan mentoleransi hal-hal yang haram. Perjalanan saya bukanlah contoh yang baik untuk ditiru, tapi baik untuk dihindari.

Maka dari itu saya sering mengatakan bahwa jangan jadikan saya sebagai role model, karena saya adalah produk ‘telat hijrah’. Contohlah adik-adik saya seperti Gazan Azka Ghafara, Reza Galih Permana, Ditta Matin, Andi Ajo Ajo dan mereka yang terjaga sejak awal. Meski mereka omsetnya sudah miliaran perbulan, tapi mobil masih ‘Alphard Murtad’ alias Grandmax, Freed, Outlander. Pakaian dan asesoris yang mereka gunakan bukan dibeli karena merek, tapi karena fungsinya.

“Mas J, saya koq gak pernah dengar nama-nama yang Mas J sebutkan di deretan pengusaha muda yang sukses?”

Iya benar, karena mereka jauh dari ‘pencitraan’. Mereka tidak ‘ngejar setoran’ posting, agar bertambah follower, apalagi like dan comment. Apa yang terlihat di medsos ya apa yang terjadi di dunia nyata, bukan polesan kebohongan. Di usia yang masih 20 an, mereka mampu menahan diri dari hedonisme.

Mereka memahami makna sukses yang sejati, bukan harapan penilaian orang lain. 
Mereka memikirkan kesejahteraan karyawan, bukan sekadar menikmati hidup dengan menginjak orang lain. 
Mereka mengerti angka cukup, tanpa kehilangan mimpi yang besar. 
Mereka tak takut berbagi informasi, karena mereka paham konsep rejeki. 
Mereka mengejar keberkahan, bukan sekadar kekayaan. 
Yang jelas, mereka masih muda..!

Saya yakin bukannya senang saya mention nama mereka, sebaliknya mereka akan merasa beban moral. Ya seharusnya seperti itulah role model yang benar. Tentu saja sebaik-baik role model adalah Rasulullah dan para sahabat.

Saya hanya berusaha menjawab pertanyaan kedua, “Siapa adik didik Mas J yang pantas dicontoh?”. Tapi jangan menilai dari akun medsos mereka yang minim postingan, datangi dan lihat langsung keseharian mereka. Insyaa Allah Anda akan mendapatkan role model pengusaha muda Indonesia yang sukses luar dalam. Semoga Allah selalu menjaga mereka, saya dan Anda, aamiin..

Kalau bisa trial-bener, kenapa harus trial-error?
Kalau bisa sukses sejati, kenapa pilih sukses di medsos?

Usai menceritakan lika-liku bisnis saya yang ‘pernah abu-abu’ dan belang mudharat, seorang peserta bertanya:

“Mas J, dulu Mas J kan pernah berada di ‘fase jahiliyah’, menggunakan uang riba dan ambisius mengejar harta. Hingga kemudian saat hampir menginjak usia 40, baru Mas J tersadar untuk hijrah. Jika itu adalah bagian dari perjalanan sukses, wajarkah jika kita yang masih usia 20 an ini juga mengalami fase materialis, seperti memiliki mobil mewah, foya-foya, egois, seperti anak muda kebanyakan?”

Beginilah jawaban saya…

Saya adalah produk trial-error, yang kebingungan memilih guru yang benar, alhasil tabrak sana sini. Bukan kebangkrutan berkali-kali yang saya sesali, tapi terjerumusnya ke ‘kemaksiatan kepada Allah’; menyombongkan hasil kerja, membeli mobil mewah demi pujian ‘sukses’ dan mentoleransi hal-hal yang haram. Perjalanan saya bukanlah contoh yang baik untuk ditiru, tapi baik untuk dihindari.

Maka dari itu saya sering mengatakan bahwa jangan jadikan saya sebagai role model, karena saya adalah produk ‘telat hijrah’. Contohlah adik-adik saya seperti Gazan Azka Ghafara, Reza Galih Permana, Ditta Matin, Andi Ajo Ajo dan mereka yang terjaga sejak awal. Meski mereka omsetnya sudah miliaran perbulan, tapi mobil masih ‘Alphard Murtad’ alias Grandmax, Freed, Outlander. Pakaian dan asesoris yang mereka gunakan bukan dibeli karena merek, tapi karena fungsinya.

“Mas J, saya koq gak pernah dengar nama-nama yang Mas J sebutkan di deretan pengusaha muda yang sukses?”

Iya benar, karena mereka jauh dari ‘pencitraan’. Mereka tidak ‘ngejar setoran’ posting, agar bertambah follower, apalagi like dan comment. Apa yang terlihat di medsos ya apa yang terjadi di dunia nyata, bukan polesan kebohongan. Di usia yang masih 20 an, mereka mampu menahan diri dari hedonisme.

Mereka memahami makna sukses yang sejati, bukan harapan penilaian orang lain. 
Mereka memikirkan kesejahteraan karyawan, bukan sekadar menikmati hidup dengan menginjak orang lain. 
Mereka mengerti angka cukup, tanpa kehilangan mimpi yang besar. 
Mereka tak takut berbagi informasi, karena mereka paham konsep rejeki. 
Mereka mengejar keberkahan, bukan sekadar kekayaan. 
Yang jelas, mereka masih muda..!

Saya yakin bukannya senang saya mention nama mereka, sebaliknya mereka akan merasa beban moral. Ya seharusnya seperti itulah role model yang benar. Tentu saja sebaik-baik role model adalah Rasulullah dan para sahabat.

Saya hanya berusaha menjawab pertanyaan kedua, “Siapa adik didik Mas J yang pantas dicontoh?”. Tapi jangan menilai dari akun medsos mereka yang minim postingan, datangi dan lihat langsung keseharian mereka. Insyaa Allah Anda akan mendapatkan role model pengusaha muda Indonesia yang sukses luar dalam. Semoga Allah selalu menjaga mereka, saya dan Anda, aamiin..

Kalau bisa trial-bener, kenapa harus trial-error?
Kalau bisa sukses sejati, kenapa pilih sukses di medsos?

Komentar

Attachment